Pulang Studi Abdullah bin Faisal al-Saud di Jebloskan Dalam Penjara

Pulang Studi Abdullah bin Faisal al-Saud di Jebloskan Dalam Penjara

Kisah Abdullah bin Faisal al-Saud Pangeran Arab Saudi

 

RIYADH – Pangeran Abdullah bin Faisal al-Saud, salah seorang bangsawan dari Kerajaan Arab Saudi, mendekam ke dalam penjara setelah pulang dari studi Amerika Serikat (AS). Ia adalah mahasiswa pascasarjana Northeastern University, Boston.

Sahabat-sahabatnya mengatakan Pangeran Abdullah bin Faisal al-Saud jarang mengungkap identitasnya sebagai anggota keluarga Kerajaan Arab Saudi. Ia sebelumnya menghindari untuk berdiskusi tentang politik Arab Saudi, dan fokus pada studinya, rencana karier, keadaan sulit percintaan dan sepak bola.

Tetapi setelah sesama pangeran saudara sepupunya masuk penjara negaranya, Pangeran Abdullah mendiskusikannya dengan kerabat lewat telepon dari AS. Percakapan itu, entah bagaimana caranya, telah berhasil tersadap oleh pihak yang berwenang kerajaan.

Sehingga dalam perjalanan kembali ke Arab Saudi setelah menempuh studinya. Pangeran Abdullah harus ikut masuk ke dalam penjara perihal percakapan dalam telepon itu. Hukuman permulaan 20 tahun, kemudian jaksa menaikannya menjadi 30 tahun pada Agustus 2022.

 

Baca Juga Berita Terbaru: Batal Uji Coba Kereta Cepat Jakarta Bandung.

 

Rezim Pemerintahan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud

 

Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud

Kasus Pangeran Abdullah, yang terinci dalam dokumen pengadilan Arab Saudi. Menurut lansiran The Associated Press (AP), belum pernah mendapat laporan sebelumnya dan itu tidak terisolasi. Berdasarkan FBI dan golongan-golongan hak asasi manusia (HAM), Selama lima tahun terakhir, pengawasan, intimidasi, dan pengejaran pihak memiliki wewenang Arab Saudi kepada warga Saudi pada wilayah AS telah meningkat ketika kerajaan meningkatkan penindasan dalam penguasa de facto, Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

Beberapa warga Arab Saudi mengatakan para agen FBI merekomendasikan mereka untuk tidak pulang ke kerajaan. Kedutaan Besar Arab Saudi yang terletak pada Washington, menanggapi laporan investigasi AP, Kamis (3/11/2022). Mengatakan: “Gagasan bahwa pemerintah Saudi atau institusinya melecehkan warganya sendiri ketika berada luar negeri adalah tidak masuk logika.”

 

Deretan Kasus Pelanggaran HAM Pada Arab Saudi

 

Tetapi pada bulan yang sama ketika hukuman terhadap Pangeran Abdullah mendapat pemanjangan. Arab Saudi memberikan sanksi seumur hidup dalam sidang virtual kepada Saad al Madi warga Arab Saudi-Amerika Serikat yang berusia 72 tahun sebab tweet yang ia posting dari rumah kawasan Florida. Al Madi tiba-tiba mendapat tuduhan dan masuk ke penjara dalam kunjungannya ke kerajaan.

Keluarga Al Madi mengkritik pemerintah AS yang kurang menolong untuk membebaskannya. Serta pada bulan Agustus, pihak memiliki wewenang Arab Saudi memberikan sanksi penjara 34 tahun kepada seorang mahasiswi Arab Saudi Inggris, Salma al Shehab (34), ketika ia juga mengunjungi kerajaan itu setelah men-tweet tentang negaranya. Ketiga sanksi itu jatuh beberapa minggu setelah Presiden Joe Biden melalaikan kecaman masa lalunya atas catatan HAM Arab Saudi demi melakukan kunjungan ke kerajaan. Meskipun ada sejumlah kritikan dari anggota Parlemen, golongan HAM dan komunitas pengasingan Saudi.

Itu adalah ketika ketika AS benar-benar memerlukan kerajaan untuk menjaga produksi minyak. Tetapi Biden usai dengan tidak ada lagi minyak yang berasal dari Arab Saudi. Serta OPEC telah memangkas produksi minyak atau perbaikan keadaan sulit HAM. Freedom House, sebuah golongan penelitian dan pembelaan, mengatakan Arab Saudi telah menargetkan para pengkritik pada ke-14 negara, termasuk penargetan terkoordinasi dan berlangsung dari Amerika Serikat.

 

Amerika Serikat Menyelidiki Kasus Tentang Pangeran Abdullah bin Faisal al-Saud

 

Tujuannya adalah untuk memata-matai orang Saudi dan mengintimidasi mereka, atau memaksa mereka untuk kembali ke kerajaan. “Ini mengganggu, menyeramkan, dan ini adalah pelanggaran besar kepada kebebasan berdiskusi yang dilindungi.” Kata Nate Schenkkan dari Freedom House tentang pemenjaraan baru-baru ini kepada orang-orang Saudi yang berbasis pada wilayah Barat.

Dalam pernyataannya yang menolak klaim yang menargetkan kritik yang berasal dari luar negeri. Kedutaan Besar Saudi Washington mengatakan: “Sebaliknya, misi kerja sama luar negeri kami menyediakan bermacam layanan, termasuk bantuan medis dan hukum. Kepada setiap warga negara kami yang meminta bantuan ketika bepergian ke luar kerajaan.”

Pernyataan itu tidak membahas pemenjaraan Pangeran Abdullah yang berbasis pada wilayah Boston. Departemen Luar Negeri AS mengatakan sedang menyelidiki kasus Pangeran Abdullah. Dalam sebuah surel, menyebutkan represi transnasional secara awam keadaan sulit HAM yang signifikan dan keadaan sulit keamanan nasional.

Departemen itu menegaskan Amerika akan terus mengejar akuntabilitas. FBI menolak berkomentar berkaitan dengan pemenjaraan Pangeran Abdullah. Pangeran Abdullah (31), berasal dari salah satu cabang keluarga kerajaan yang paling menjadi target penahanan sebab teranggap sebagai kritikus atau saingan semenjak Pangeran Mohammed bin Salman mengkonsolidasikan.

Pihak FBI Tolak Berkomentar Terkait Kasus Pangeran Abdullah

 

Dalam Kekuasaan langsung ayahnya yang telah lanjut usia. Dokumen pengadilan Saudi menuduh Pangeran Abdullah memakai aplikasi Signal dalam ponselnya untuk berdiskusi dengan ibunya dan kerabat lainnya. Mengenai sepupunya yang telah masuk penjara oleh Pangeran Mohammed bin Salman, dan telah memakai telepon umum Boston untuk berdiskusi dengan pengacara tentang kasus tersebut.

Mereka mengatakan Pangeran Abdullah mengakui mengirim sekitar USD9.000 untuk membayar tagihan apartemen sepupunya pada kota Paris. Iapun tidak mengetahui bagaimana Arab Saudi memantau percakapan telepon pribadi yang berasal dari AS.

Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, ia telah mengasah strategi mata-mata lama dan baru. Kategori HAM percaya aplikasi pengadu warga yang dikembangkan oleh pemerintah Saudi, dan masih tersedia dalam layanan Google Play, mungkin telah mereka gunakan untuk melaporkan tweet al Madi dan al Shehab.

Investigasi oleh golongan riset Citizen Lab, organisasi media dan Amnesty International menuduh Arab Saudi memakai spyware Israel tingkat militer. Amnesty mengatakan spyware terpasang pada telepon tunangan jurnalis Jamal Khashoggi sebelum pejabat Saudi membunuh jurnalis itu pada tahun 2018.